Sejarah Berdirinya Candi Borobudur Sebagai Warisan Dunia
Borobudur atau Barabudur adalah sebuah peninggalan bersejarah umat Budha di Indonesia pada abad ke-9. Monumen ini terdiri dari 6 persegi yang di atasnya terdapat tiga platform berbentuk lingkaran, dan didekorasi dengan 2672 panel berisi relief-relief dan patung Budha sebanyak 504 buah. Tidak ada yang tahu pasti kapan sejarah candi Borobudur dimulai, tapi baru pada tahun 1814 keberadaan candi ini diketahui oleh dunia berkat Sir Thomas Stamford Raffles yang saat itu menjadi kepala pemerintahan Inggris di Jawa, ketika masyarakat sekitar memberitahunya tentang lokasi candi ini. Candi ini menjadi tujuan para penganut agama Budha setiap setahun sekali, saat Waisak dirayakan.
Seluk-Beluk Sejarah Candi Borobudur
Nama Borobudur pertama kali muncul pada buku tentang sejarah masyarakat Jawa yang ditulis oleh Sir Thomas Raffles, tapi tidak ada dokumen-dokumen tua yang pernah menuliskan nama yang sama. Meski begitu, kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, salah satu anggota kerajaan Majapahit pada tahun 1365 menuliskan tentang adanya sebuah monumen suci untuk penganut Budha yang disebut Budur. Nama Borobudur sendiri yang dibuat oleh Raffles memiliki arti “Candi Budur di dekat desa Bore,” awalnya menghasilkan nama BoreBudur namun akhirnya diubah menjadi BoroBudur. Hal ini ia lakukan karena hampir setiap candi dinamakan dengan nama desa terdekatnya, dan seharusnya bernama BudurBoro. Raffles juga sempat melontarkan ide bahwa Budur bisa dikaitkan dengan bahasa Jawa modern, Buda yang berarti “kuno” dan mengartikan Borobudur sebagai “Budur Kuno,” sementara arkeolog lain berpendapat bahwa kata Budur berasal dari bahasa Jawa bhudhara yang berarti gunung. Ada sumber lain yang mengatakan bahwa Borobudur berasal dari penyebutan masyarakat Jawa terhadap kata “Biara Beduhur” yang dalam bahasa Sansekerta tertulis “Vihara Budha Uhr,” artinya kota para Budha. Ada juga yang berpikir bahwa “Beduhur” merupakan sebuah kata Jawa Kuno yang hingga kini masih ada dalam kosakata bali yang berarti “tempat yang tinggi,” terbentuk dari kata dhuhur atau luhur.
Nama Borobudur pertama kali muncul pada buku tentang sejarah masyarakat Jawa yang ditulis oleh Sir Thomas Raffles, tapi tidak ada dokumen-dokumen tua yang pernah menuliskan nama yang sama. Meski begitu, kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca, salah satu anggota kerajaan Majapahit pada tahun 1365 menuliskan tentang adanya sebuah monumen suci untuk penganut Budha yang disebut Budur. Nama Borobudur sendiri yang dibuat oleh Raffles memiliki arti “Candi Budur di dekat desa Bore,” awalnya menghasilkan nama BoreBudur namun akhirnya diubah menjadi BoroBudur. Hal ini ia lakukan karena hampir setiap candi dinamakan dengan nama desa terdekatnya, dan seharusnya bernama BudurBoro. Raffles juga sempat melontarkan ide bahwa Budur bisa dikaitkan dengan bahasa Jawa modern, Buda yang berarti “kuno” dan mengartikan Borobudur sebagai “Budur Kuno,” sementara arkeolog lain berpendapat bahwa kata Budur berasal dari bahasa Jawa bhudhara yang berarti gunung. Ada sumber lain yang mengatakan bahwa Borobudur berasal dari penyebutan masyarakat Jawa terhadap kata “Biara Beduhur” yang dalam bahasa Sansekerta tertulis “Vihara Budha Uhr,” artinya kota para Budha. Ada juga yang berpikir bahwa “Beduhur” merupakan sebuah kata Jawa Kuno yang hingga kini masih ada dalam kosakata bali yang berarti “tempat yang tinggi,” terbentuk dari kata dhuhur atau luhur.
Sejarah candi Borobudur kemungkinan pernah tercatat pada dua prasati yang ditemukan di Kedu. Prasasti Karangtengah yang ditulis pada tahun 824 menyebutkan tentang sebuah bangunan yang disebut Jinalaya dan diresmikan oleh Pramodhawardhani, anak dari Samaratungga. Prasasti Tri Tepusan yang ditulis pada tahun 842 juga menyebutkan tentang adanya tanah bebas pajak yang diberikan oleh Pramodhawardhani untuk selanjutnya didirikan Kamulan dan membangun sebuah monumen untuk menghormati para tetua Sailendra.
Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan, siapa, dan untuk apa Borobudur dibangun. Waktu yang dibutuhkan untuk konstruksi juga hanya bisa diduga-duga dengan membandingkan relief yang ada pada candi dengan prasasti yang ada pada abad ke-8 dan ke-9, sehingga disimpulkan bahwa Borobudur didirikan sekitar tahun 800 dimana pada masa itu dinasti Sailendra sedang ada dalam masa keemasannya, saat ada di bawah pimpinan kerajaan Sriwijaya. Pembangunannya diperhitungkan memakan waktu 75 tahun dan selesai saat Samaratungga memerintah, sekitar tahun 825.
Terbentuk atau dibangunnya candi Borobudur dapat tertulis karena Rakai Panangkaran, yang merupakan penerus tahta setelah Sanjaya memperbolehkan dilakukannya pembangunan monumen-monumen agamis oleh para penganut Budha. Bahkan, Panangkaran memberikan sebuah desa di Kalasan untuk para penganut agama tersebut seperti tertulis pada prasasti Kalasan di tahun 778.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Borobudur sempat tersembunyi selama berabad-abad karena tertutup debu vulkanik dan pertumbuhan hutan, meskipun cerita ini belum diketahui kebenarannya. Yang pasti adalah pada satu masa di antara tahun 928 dan 1006, raja Mpu Sindok memindahkan ibukota kerajaan Medang ke salah satu daerah di Jawa Timur karena erupsi vulkanik, dan hal ini dipercaya mempengaruhi pengabaian candi tersebut. Meski tidak dilupakan sepenuhnya, sejak populasi Jawa berpindah kepercayaan menjadi Islam, dua cerita Jawa kuno yang disebut babad mengaitkan Borobudur dengan peristiwa-peristiwa buruk. Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa candi Borobudur menjadi faktor utama Mas Dana memberontak melawan Pakubuwono I yang menjadi raja Mataram pada 1709. Babad Mataram juga menyebutkan bahwa monumen tersebut berkaitan dengan tewasnya pangeran Monconagoro yang menjadi pewaris tahta Kasultanan Yogyakarta pada 1757 karena ia mengambil stupa dan jatuh sakit hingga meninggal keesokan harinya.
Sejarah mengenai berdirinya candi Borobudur kembali menemui titik terang ketika Jawa dikuasai oleh Inggris pada tahun 1811 hingga 1816 dimana Letnan Thomas Stamford Raffles yang saat itu ditunjuk untuk memimpin memiliki ketertarikan akan sejarah Jawa. Ia mengumpulkan benda-benda antik khas Jawa, dan mengumpulkan catatan-catatan penting dengan masyarakat sekitar saat ia berkeliling. Baru pada tahun 1814 saat ia sedang melakukan inspeksi ke Semarang, ia diberitahu tentang sebuah monumen besar di dalam hutan dekat desa Bumisegoro dan mengirim H.C. Cornelius untuk melakukan investigasi. Pekerjaan Cornelius yang terhambat oleh ketakutan akan runtuhnya Borobudur baru dilanjutkan oleh Hartmann pada tahun 1835 dan akhirnya seluruh komplek Borobudur berhasil digali.
Pada 1859, pemerintah Dutch East Indies memerintakan F.C. Wilsen untuk menggambar sketsa relief-relief yang ada dengan bantuan J.F.G Brumund. Pada tahun 1885, barulah sejarah candi Borobudur yang kita tahu selama ini tertulis, tepatnya karena restorasi oleh pemerintah belanda di tahun 1907 hingga 1911 yang dipimpin oleh Theodor van Erp. Rekonstruksi awal berjalan selama tujuh bulan, dan Van Erp melanjutkan restorasinya hingga tingkat Chatra yang ada di atas stupa yang akhirnya dia batalkan karena batu asli yang digunakan tidak mencukupi. Renovasi besar-besaran baru terjadi pada tahun 1960 oleh pemerintah Indonesia dengan bantuan UNESCO dan akhirnya selesai pada tahun 1991 dan mendapatkan tempat dalam World Heritage Site.
Why Play Baccarat or Win When You Play the Casino Online
BalasHapusIn the 제왕 카지노 casino world, playing baccarat is very easy. You want to know which player choegocasino is good at your game and when it is possible to win a 바카라 real